KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KAWASAN PERKOTAAN
Tujuan keberadaan pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik yang memuaskan bagi masyarakat perkotaan, tetapi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik belum berkualitas. Contohnya ; pelayanan pada bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas social, dan berbagai pelayanan dibidang jasa yang dikelola oleh pihak swasta. Undang – undang No 22 tahun 1999 mengemukakan pentingnya pembangunan kawasan perkotaan dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat perkotaan . Dengan ini adanya Pemerintah daerah berfungsi untuk memberikan pelayanan public yang memuaskan bagi masyarakat perkotaan, baik pada Pemerintah Kota yang sebagaian besar masyarakatnya memiliki cirri kehidupan perkotaan maupun pada pemerintah kabupaten yang memiliki beberapa kawasan perkotaan. Tetapi, sekarang ini banyak pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dikawasan perkotaan belum berkualitas , bahkan kalah dengan pelayanan publik yang dikelola swasta , menurut Norman Flyn ( 1990 : 38 ) , pelayanan public yang dikelola pemerintah bercirikan terlalu membirokrasi, boros, membengkak dan kurang adanya suatu kreatifitas atau inovasi.Untuk meningkatkan kualitas pelayanan public di kawasan perkotaan tentu tidak mudah sangat tergantung pada perubahan visi, misi, strategi dan operasionalisasi Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Saat ini terdapat suatu kecenderungan bahwa penentu kualitas pelayanan public ditentukan oleh Pemerintah bukan masyarakat luas, padahal yang seharusnya adalah pelayanan yang mencerminkan pada nilai – nilai demokrasi. Sperti yang diungkapakan oleh Burns,Hambleton, dan Hogeet ( 1994 : xiv ) : bahwa perubahan kualitas pemerintah daerah diantaranya tercermin dari peningkatan kualitasnya dalam memberikan pelayanan public; dan hal ini sangat dipengaruhi oleh factor perluasan/terwujudnya mekanisme pasar, manajemen baru yang berkualitas, dan perluasan makna demokrasi. Menyangkut pelayanan public di kawasan perkotaan, pemerintah daerah dituntut melaksanakan pembangunan secara komprehensif, mengembangkan prinsip demokratisasi , melibatkan pihak swasta, dan menerapkan manajemen publik; sehingga dapat mewujudkan pelayanan public yang berkualitas dan memuaskan kebutuhan masyarakat.
Untuk mewujudkan pelayanan public yang berkualitas di kawasan perkotaan oleh Pemerintah Daerah , maka diperlukan adanya konsep pelayanan public di kawasan perkotaan yang bersifat spesifik. Dalam hal ini penerapan konsep tersebut perlu diwujudkan dengan kebijakan yang komprehensif baik ditingkat kebijakan ( policy level ) Pemerintah Daerah atau kerjasama antar daerah, di tingkat pelembagaan ( institusional level ) untuk mengelola pembangunan perkotaan , maupun di tingkat operasionalisasinya ( operational level ) dalam pembangunan perkotaan.
Ada 3 pendekatan public services provision yang berperan dalam pembangunan perkotaan :
1. The Public Choice Approach yaitu menyangkut kuatnya etos bisnis, mementingkan masalah efesiensi dalam perkotaan, tingginya fragmentasi masalah perkotaan, dan luasnya devolusi kekuasaan. Pertimbangan yang menyangkut pilihan public peril dilakukan agar pelayanan public dalam konteks social ekonomi dapat memuaskan kepentingan masyarakat.
2. The Neo-Weberian atau pendekatan menejerialis yaitu menekankan besarnya kekuatan birokrasi, besarnya kebebasan mengalokasikan sumbeer daya yang terbatas, mementingkan peranan tingkatan institusi, organisasi dan profesionalisasi. Pendekatan ini sangat artinya betapapun idealnya suatu kebijakan dalam pembangunan perkotaan apabila tidak dikelola dengan baik dalam implementasinya maka sulit diharapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
3. The Neo Marxist Approach yaitu menekankan pentingnya perkembangan hubungan klas dan direpresentasikan dalam berbagai bentuk local state. Pendekatan ini dianggap penting karena terdapat adanya perbedaan kepentingan dalam lapisan masyrakat, baik secara ekonomis ,aupun social cultural. Karena itu pembangunan perkotaan harus memperhatikan kepentingan berbagai lapisan agar dapat memuaskan kebutuhan masyarakat secara menyeluruh.
Tiga teori dasar public services provision yang telah dikemukakan adalah relevan dengan pendapat Leach , Stewart , dan Waish ( 1994 : 236 ) bahwa petunjuk kea rah pilihan public dalam Pemerintahan Daerah adalah menyagkut :
1. Dimensi Ekonomis ( Economics ), dimensi Ekonomi menyangkut pilihan antara market emphasis ( penekanan pasar )dan public sector agencies ( perwakilan sektor umum ).
2. Dimensi Pemerintahan ( governmental ), dimensi Pemerintahan pilihan antara weak role for local government ( peranan yang lemah di pemerintah lokal )dan strong role for local government ( peranan yang kuat di pemerintah local).
3. Dimensi Demokratisasi ( form of democracy ), sedangkan dimensi bentuk demokratisasi pilihan antara representative democracy ( demokrasi perwakilan )dan participatory democracy ( demokrasi partisipasi ).
Model community Oriented Enabler pada model ini pemerintah daerah harus berperan besar dalam menghadapi tuntutan masyarakat perkotaan yang beraneka ragam. Dalam model ini ada variasi model yang disebut residual enabling authority yang menjelaskan pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam memberikan pelayanan, maka kebijakan yang dilakukan dalam pembangunan perkotaan lebih berorientasi pada berjalannya pasar. Variasi lain dari model ini adalah moel market oriented enabling authority yaitu dalam memberikan pelayanan perkotaan juga lebih berorientasi pada berjalannya mekanisme pasar dan pemerintah daerah tetap memegang peranan penting dalam perencanaan dan implementasi terhadap pelayanan publik.
Perbandingan antara spesifikasi produksi dan nilai strateginya yang dilakukan Pemerintah daerah dalam menghadapi persaingan :
1. Internal production within the public sector yakni pelayanan publik yang harus dilakukan melalui produksi secara internal.(tingkat spesifikasi dan keterkaitan strategis yang tinggi)
2. Legislation and regulation yakni pelayanan publik yang dilakukan melalui pengaturan.(tingkat spesifikasi rendah tetapi relevansi strategisnya tinggi)
3. Market yakni barang/jasa pelayanan publik yang seharusnya diproduksi oleh produsen swasta.(tingkat spesifikasi dan relevansi strategisnya rendah)
4. Cooperation with external professional yakni pelayanan public yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah.(tingkat spesifikasi yang tinggi tetapi relevansi strategisnya rendah)
Berdasakan keempat strategi tersebut tampak bahwa pertimbangan pemerintah daerah untuk dapat berperan langsung, menyerahkan pada sektor privat atau mengandalkan berjalannya mekanisme pasar sangat tergantung pada nilai strategis dan tingkat spesifikasinya.
· Non Market Competition : bentuk ini menyangkut kompetisi laporan suatu program institusi , kompetisi pendanaan , dan performen persaingan yang lebih didasarkan pada indicator – indicator kinerja atau keterwakilan kepentingan public , ranking dan benchmarking ( sering disbut beauty contest )
· Quasi market competition adalah dasar pijakan menejemen pemerintah daerah yang mengarahkan persaingan pasar seperti : penyedia jasa pelayanan pendidikan, pelayanan rekreasi dan lain-lain.
· Market competition adalah persaingan yang dilakukan oleh pemerintah daerah antara produsen public dan swasta melalui sistem kontrak. Persaingan antara public dengan swasta dilakukan untuk menciptakan monopoli persaingan pasar.
Tujuan Pemerintah melakukan privatisasi:
1. Biaya dapat dikurangi,proyek jangka pendek dapat dioptimalkan secara ekonomis dan pelayanan dapat diberikan dengan lebih hemat.
2. Pegawai pemerintah biasanya kurang efisien dan ekonomis dan tidak ada kemauan untuk menciptakan/memberikan pelayanan yang baik.
3. Pengeluaran terbesar pemerintah pada bidang ekonomi.
4. Masyarakat mempunyai pilihan dalam pelayanan publik.
Untuk meningakatkan kualitas pelayanan publik diperkotaan juga memerlukan Tata ruang Perkotaan. Dalam pembangunan perkotaan perlu memepertimbangkan batasan kuantitatif ( numerical ) yang meliputi ; Geografis ( luas wilayah ), demografis ( jumlah penduduk ) , maupun batasan administrative ( pemerintahan ), dan batsan non – numrcial( sosiologis ) yang meliputi ; kondisi masyarakat suatu wilayah fungsional tertentu bercirikan sebagai masyarakat perkotaan. Secara ekologis pengembangan kawasan perkotaan dalam suatu wilayah tertentu perlu mempertimbangkan faktor lokasi , jarak dan ukuran pemukiman perkotaan dan dalam hal tersebut adalah menyangkut adanya kawasan terpusat sebagai central places yang diperlukan oleh kawasan sekitarnya untuk memperoleh pelayanan. Dalam penentuan kualitas dari berbagai jenis pelayanan tersebut tidak mudah. Lucy Gaster ( 1995 : 35 ) mengemukakan bahwa kesulitan menetapkan kualitas pelayanan disebabkan adanya berbagai dimensi perbedaan ; antara harapan dan kenyataan , kepentingan warga Negara secara langsung dengankpeentingan pemerintah atau produsn secara tidak langsung. Karena itulah diperlukan penentuan standardisasi kualitas pelayanan dalam berbagai dimensi scara cermat dan merepresentasikan kebutuhan masyarakat si daerah bersngkutan.
0 comments:
Posting Komentar